
Ini Ancaman Pidana bagi Advokat Minta Upah Perkara Probono

Lantas, jika advokat yang memberikan probono meminta atau menerima upah atau imbalan dari kliennya, apakah selain kode etik juga terancam pidana?
Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Banggai, Dr. Sri Wulan Hadjar, S.H., M.H., selaku narasumber tentang Probono dalam PKPA Angkatan XXV DPC Peradi Jakbar-Ubhara Jaya, Jumat malam, (21/3/2025), menjelaskan soal itu.
“[Kalau advokat] masih menerima jasa dari klien yang kurang mampu tersebut, kita bisa dilaporkan secara pidana atau kode etik,” ujarnya.
Sri menjelaskan, sejak awal sudah disepakati bahwa pemberian bantuan hukum itu secara probono sehingga advokat tidak boleh meminta atau menerima honorarium dari masyarakat kurang mampu tersebut.
“Mereka tidak perlu membayar karena jika kita sudah menyatakan bahwa ini adalah probono atau prodeo atau legal aid,” tandasnya.
Ia menegaskan, ancaman pelanggaran kode etik dan pidana bagi advokat yang menerima honorarium terkait pemberian prono ini sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
“Peraturan tersebut terdapat dalam Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011,” tandasnya.
Ia menegaskan, bukan hanya ancaman pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia, tetapi juga ancaman pidana bagi advokat yang meminta atau menerima imbalan dari pemberian hukum cuma-cuma atau probono.
Ancaman pelanggaran kode etik dan pidana itu bukan hanya dalam penanganan perkara probono, tetapi juga prodeo dan legal aid yang dikerjakan advokat.
Adapun Pasal 20 BAB VIII Larangan dalam UU Bantuan Hukum. Isinya: “Pemberi Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang Ditangani Pemberi Bantuan Hukum.”