
SK DIRJEN AHU - 0000859.AH.01.08 TAHUN 2022, TERTANGGAL, 26 APRIL 2022. TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DITINJAU DARI PERSEPKTIF HUKUM PIDANA

Oleh : M. Jaya, S.H.,M.H., M.M. & Alungsyah, S.H.
Jakarta, 23 Mei 2022
1. Latar Belakang
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) mengumumkan, bahwa Ketua Umum Peradi adalah Luhut Pangaribuan dan Soegeng Teguh Santoso sebagai Sekjen Peradi melalui Dirjen AHU - 0000859.AH.01.08 tahun 2022, tertanggal, 26 April 2022. Dalam pengumuman itu juga disebutkan, menggantikan SK pengesahan pendirian Peradi dalam AHU-120.AH.01.06 tahun 2009 dengan Ketua Umum Peradi yaitu Otto Hasibuan dan Sekjen Harry Ponto.
Kewenangan pengesahan tersebut, merupakan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang yaitu terkait dengan Badan Hukum Perkumpulan. Perkumpulan dimaksud merupakan perkumpulan yang termaktub dalam L.N. 1870-64, kedudukan badan hukum baru diperoleh setelah diakui oleh Menteri Kehakiman, sekarang disebut Menkumham. Pengesahan itu dilakukan dengan menerima baik anggaran dasar, yang memuat maksud tujuan, asas-asas, luas lingkup dan aturan-aturan lain bagi perkumpulan itu. Hal pengakuan hanya akan ditolak, jika ada alasan yang bertentangan dengan kepentingan umum. Jika ada perubahan atau penggantian pada anggaran dasar yang tadinya telah diterima baik, diharuskan pula ada pengesahan baru. Anggaran dasar yang telah disahkan, demikian pula pengesahan perubahan atau penggantian pada anggaran dasar diumumkan dalam Berita Negara.
Sedangkan menyangkut tata cara pengesahan Badan Hukum Perkumpulan diatur dalam Permenkumham Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan sebagaimana dicabut dengan Permenkumham Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan yang kemudian diubah dengan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan, khususnya terkait salah satu persyaratan yang penting ialah Pasal 12 ayat (4) huruf e yang berbunyi: “surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan”. Jo. Pasal 22 ayat (4) huruf e yang berbunyi: “surat pernyataan tidak dalam sengketa dan pailit”.
Persyaratan “pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan” inilah kemudian yang tidak dipenuhi oleh kubu Luhut MP Pangaribuan. Padahal jelas-jelas telah terjadinya sengketa kepengurusan antara Peradi Luhut MP Pangaribuan dengan Peradi Pimpinan Otto Hasibuan kala itu. Seharusnya permohonan persyaratan yang diajukan oleh kubu Luhut MP Pangaribuan tidak dapat diterima dan diproses oleh menkumham. Selain itu kubu Luhut MP Pangaribuan dalam struktur kepengurusan memasukan nama pengurus yang sudah meninggal dunia pada tahun 2016 yaitu atas nama Junedi Sirait, S.H. sebagai Wakil Ketua Umum.
Selain itu, setelah Munas II Peradi di Makassar, Luhut MP Pangaribuan menggunakan nama Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA) hingga saat ini dan bahkan Peradi RBA sama sekali tidak disebut dan diakui dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Tetapi mengapa kemudian melakukan permohonan pendaftaran menggunakan nama Peradi yang tidak ada kaitan dengan dirinya?.
Sepanjang yang kami ketahui, SK pengesahan pendirian Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) AHU – 120.AH.01.06 tahun 2009 sebagai Ketua Umum Otto Hasibuan dan Harry Ponto sebagai Sekjen, kemudian telah berganti dengan SK AHU – 0000859.AH.01.08 tahun 2022 yang mengesahkan Luhut MP Pangaribuan sebagai Ketua Umum dan Sugeng Teguh Santoso sebagai Sekjend Peradi tertanggal 26 April 2022, terdapat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. AHU-0000883.AH.01.08 Tahun 2022 tentang Persetujuan Perubahan Perkumpulan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang ditandatangani Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham RI, Cahyo Rahadian Muzhar, pada Kamis 28 April 2022 dan didaftrakan pada tanggal dan hari yang sama.
Pada prinsipnya sengketa kepengurusan Peradi secara hukum sudah memiliki kepastian dan keadilan yang jelas atas Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 3085 K/PDT/2021, tanggal 4 November 2021 Jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Nomor: 203/PDT/2020/PT DKI JKT, tanggal 17 Juni 2020 Jo Putusan Pengadilan Jakarta Pusat Nomor: 667/PDT.G/2017/PN.Jkt.Pst, tanggal 31 Oktober 2019, yang berbunyi:
- Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan sah Penggugat, Dr. H. Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H., M.H. dan Thomas E. Tampubolon, S.H., M.H., masing-masing adalah Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) Periode 2015-2020 berdasarkan Keputusan Musyawarah Nasional II PERADI di Pekanbaru pada tanggal 12-13 Juni 2015”.
Dengan putusan tersebut itu pula, berarti kepengurusan Peradi yang dipimpin oleh Dr. H. Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H., M.H. dan Thomas E. Tampubolon, S.H., M.H., masing-masing adalah Ketua Umum dan Sekjen Peradi adalah sah dan diakui secara hukum. Dengan kata lain kepengurusan Peradi diluar itu tidak sah.
2. Analisis Yuridis
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas patut diduga bahwa peradi kubu Luhut MP Pangaribuan telah melakukan kekeliruan baik secara sengaja ataupun tidak sengaja berkaitan dengan pengajuan persyaratan, permohonan dan pendaftaran serta perubahan Anggaran Dasar Peradi.
Adapun Permenkumham Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan, khususnya terkait Pasal 12 ayat (4) huruf e yang berbunyi: “surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan”. Jo. Pasal 22 ayat (4) huruf e yang berbunyi: “surat pernyataan tidak dalam sengketa dan pailit” serta dalam struktur kepengurusan memasukan nama pengurus yang sudah meninggal dunia pada tahun 2016 yaitu atas nama Junedi Sirait, S.H. sebagai Wakil Ketua Umum. Hal ini telah nyata bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 3085 K/PDT/2021, tanggal 4 November 2021 diatas.
Perbuatan kubu Luhut MP Pangaribuan sebagaimana dalam analisis yuridis di atas dapat dikualifikasikan telah melanggar ketentuan pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP jo. Pasal 266 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut:
Unsur-Unsur Obyektif :
1. Perbuatan:
a. Membuat palsu; dalam hal ini ialah tidak menerangkan secara sebenarnya bahwa terdapat putusan Mahkamah Agung Nomor 3085 K/PDT/2021, tertanggal 4 November 2021.
b. Memalsu;
2. Obyeknya yakni surat:
a. Yang dapat menimbulkan suatu hak;
b. Yang menimbulkan suatu perikatan;
c. Yang menimbulkan suatu pembebasan hutang;
d. Yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hak.
Unsur-Unsur Subjektif : dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, dalam hal ini yaitu SK AHU – 0000859.AH.01.08 tahun 2022 yang mengesahkan Luhut MP Pangaribuan sebagai Ketua Umum dan Sugeng Teguh Santoso sebagai Sekjend Peradi tertanggal 26 April 2022.
Sedangkan Pasal 263 ayat (2) KUHP mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur Obyektif;
a. Perbuatan memakai;
b. Obyeknya:
1. surat palsu;
2. surat yang dipalsukan.
c. Pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.
2. Unsur Subyektifnya yaitu dengan sengaja.
Dari unsur-unsur delik pemalsuan surat tersebut, diketahui terdapat unsur obyektifnya yaitu membuat surat palsu dan memalsukan sesuatu surat, dan antara kedua istilah tersebut terdapat pengertian yang berbeda. Adapun perbedaannya adalah bahwa membuat surat palsu maksudnya yaitu membuat sebuah surat sebagian atau seluruh isinya palsu, ini berarti bahwa sebelum perbuatan dilakukan tidak ada surat asli yang dipalsukan.
Misalnya mencetak suatu formulir yang lazim digunakan atau mengisi formulir yang sudah ada dengan menjiplak isinya sehingga seolah-olah isinya benar dan tidak palsu. Pengertian “memalsukan surat” adalah perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain/berbeda dengan isi surat semula, hal ini berarti bahwa surat itu sebelumnya sudah ada, kemudian surat itu ditambah, dikurangi, atau dirubah isinya sehingga surat itu tidak lagi sesuai dengan aslinya. Misalnya dalam suatu surat itu tertulis Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah) kemudian ditambah nolnya satu sehingga berubah menjadi Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah)
Adapun Unsur-unsur Pasal 266 KUHP ialah:
Ayat Ke- 1 mempunyai unsur-unsur:
1. Unsur Objektif.
a. Perbuatan: menyuruh memasukkan. Kata “menyuruh melakukan” seperti dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP, orang yang disuruh melakukan itu haruslah merupakan orang yang tidak dapat diminta pertanggungjawabannya menurut hukum pidana. Sedangkan perbuatannya “menyuruh mencantumkan” seperti yang dimaksud dalam pasal 266 ayat (1) KUHP itu. Orang yang disuruh mencantumkan keterangan palsu di dalam suatu akta otentik itu tidaklah perlu harus merupakan orang yang tidak dapat diminta pertanggungjawaban menurut hukum pidana. Undang-undang menyatakan bahwa harus menyuruh mencantumkan suatu keterangan palsu di dalam suatu akta otentik yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta tersebut.
b. Obyeknya: keterangan palsu, dalam hal ini berupa akta notaris No. 5 tanggal 11 April 2022 yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT Dewi Kusumawati, S.H., Notaris di Jakarta Selatan.
c. Kedalam akta otentik; Akta otentik yang di buat oleh Notaris mempunyai fungsi untuk membuktikan kebenaran tentang telah dilakukannya suatu perbuatan hukum yang dilakukannya suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan mencantumkan nama masing-masing para pihak yang melakukan suatu perbuatan hukum.
d. Mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan dengan akta itu.
e. Jika pemakaiannya dapat menimbulkan kerugian
Dengan demikian perbuatan yang telah dilakukan oleh kubu Luhut MP Pangaribuan dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan yang bertentangan dan melanggar hukum (Wedderechtelijkheid). Karenanya kepengurusan kubu Luhut MP Pangaribuan tidak sah dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
3. Kesimpulan
a. Selain memenuhi unsur-unsur dan alat-alat bukti yang ada, yang tidak kalah penting juga menyangkut persepsi dan perspektif penyidik terhadap laporan kita apakah sama dengan kita dan kebijakan atasan mereka menanggapi dan memproses laporan sangat dibutuhkan tokoh Advokat Senior yang mempunyai pengaruh dan akses ke petinggi Polri untuk monitor dan mengawal agar laporan kita bisa P-21 atau mendapat penyelesaian dalam memulihkan reputasi Ketum dan Peradi kita.
b. Perlu dipersiapkan Ahli yang satu visi dan misi dengan kita yaitu dalam arti dapat memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kekuatan dari argumentasi, unsur-unsur dan alat-alat bukti yang kita ajukan kepada penyidik dan Penuntut Umum.
c. Seharusnya permohonan pendaftaran kubu Luhut MP Pangaribuan harus ditolak oleh menkumham secara tegas, mengingat terdapatnya salah satu persyaratan yang tidak terpenuhi yaitu “tidak dalam sengketa kepengurusan” dan juga "memasukan pengurus yang telah meninggal dalam struktur organisasi Peradi pada tahun 2016 yaitu atas nama Junedi Sirait, S.H. sebagai Wakil Ketua Umum, yang mana persyaratan tersebut sudah menjadi rahasia umum dan diketahui secara jelas dan terang.
Sumber bacaan:
- Buku Adami Chazawi dengan judul: Tindak Pidana Pemalsuan, PT. RajaGrafindo Persada, 2014;
- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 3085 K/PDT/2021, tanggal 4 November 2021 Jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Nomor: 203/PDT/2020/PT DKI JKT, tanggal 17 Juni 2020 Jo Putusan Pengadilan Jakarta Pusat Nomor: 667/PDT.G/2017/PN.Jkt.Pst, tanggal 31 Oktober 2019;
- Permenkumham Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan yang kemudian diubah dengan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan;
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;